SELALU KLIK JUDUL SEBELUM BACA YEH


Selasa, 18 Oktober 2022

Bahtera

"Percuma hidup bahagia, tetapi tidak hidup abadi."

Setidaknya, begitulah yang dipikirkan Lato, saat membaca berita di gawainya tentang penemuan "Mesin Bahagia" dan tewasnya sang penemu persis di sebelah temuannya.

Phaedo Peter Lato, yang juga seorang ilmuwan, terkenal di kalangan masyarakat lewat Arctura Incorporated, sebuah perusahaan teknologi yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Karena di masa depan, orang-orang terlalu berfokus pada pemenuhan keinginan secara obsesif, sehingga banyak diantara mereka yang jatuh secara perekonomian karena lupa memenuhi kebutuhan hidup.

Berkat Arctura, Lato menjadi salah satu orang terkaya di negeri. Meski begitu, Lato tetap mempertahankan gaya hidup ilmuwan yang berfokus pada ilmu pengetahuan, terutama di bidang robotika dan perangkat lunak.

Ia terobsesi untuk menemukan jawaban atas kematian manusia, yakni hidup abadi. Menurutnya, tak ada yang lebih berharga di dunia ini selain bisa hidup selamanya, karena dengan begitu, orang tak perlu lagi merasakan perihnya sakit karena ditinggal mati oleh orang yang dicintainya. Atau yang lebih menakutkan lagi, menurutnya, merasakan kematian yang sudah tinggal di depan mata.

Ia memiliki laboratorium rahasia di bawah tanah gedung utama Arctura. Lab tersebut menjadi tempat ia mengembangkan ciptaannya, Arc-1, sebuah prototipe Android berkelamin pria yang digadang oleh Lato akan menjadi jawaban atas keabadian umat manusia.

Di usianya yang sudah masuk kepala empat dan dengan kanker paru-paru yang mulai akut, Lato memutuskan untuk pensiun dari Arctura dan membiarkan bawahan kepercayaannya, Azura Charonya, memegang kendali perusahaan sepenuhnya. Selepas pensiun, ia mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk pengembangan Arc-1. Ia berupaya menyelesaikan Arc-1 dan memindahkan jiwa dan pikirannya ke perangkat inti Arc-1 sebelum ajal datang.

Dengan kondisi kesehatan yang semakin memburuk akibat menolak untuk dirawat di rumah sakit, Lato menyewa Dr. Alessandra Pollo sebagai dokter pribadi sekaligus asisten Lato di lab. Pollo yang tahu bahwa umur Lato tak lama lagi akan berakhir, berusaha membantu Lato mewujudkan impian terakhirnya, meskipun ia seorang dokter kesehatan dan bukan ilmuwan. Namun ia sangat telaten mengikuti instruksi Lato sembari terus memonitori kesehatan Lato.

Waktu semakin sempit, dan Lato semakin melemah. Suatu waktu, batuk Lato mengeluarkan darah yang berlebihan hingga ia jatuh tersungkur di lantai, yang membuat Pollo ingin membawanya segera ke rumah sakit. Namun Lato menolak.

"Rumah sakit takkan menolongku! Mereka takkan bisa memperpanjang hidupku. Hanya Arc yang bisa. Waktuku tidak banyak lagi, dokter Pollo. Segera unggah jiwa dan pikiranku ke Arc."

"Tapi Arc belum siap sepenuhnya! Bagaimana jika nanti terdapat kekurangan pada Arc atau ada kesalahan saat pengunggahan jiwa? Bisa-bisa kau tidak selamat. Aku seorang dokter! Aku seharusnya menyelamatkan nyawamu!"

"Arc sudah siap. Kalau memang Arc tidak sempurna, biarlah, karena Arc adalah ciptaanku yang seorang manusia, bukan Tuhan. Tidak ada lagi obat atau tempat yang bisa menyelamatkan hidupku, dan adalah tugasmu sebagai seorang dokter untuk menyelamatkan nyawaku, dan satu-satunya cara saat ini agar aku selamat adalah Arc. Kumohon, dokter Pollo."

Pollo akhirnya membawa Lato ke laboratorium dan memasangkan perangkat pengunggah jiwa ke kepala Lato. Dengan instruksi manual yang telah disiapkan sejak lama, Pollo menjalankan proses pengunggahan sembari terus mengecek Lato yang semakin melemah.

Butuh waktu yang cukup lama untuk mengunggah seluruh jiwa dan pikiran Lato ke perangkat lunak Arc, dan Lato berjuang agar kesadaran dan nyawanya tak hilang sebelum proses pengunggahan selesai. Hingga pada akhirnya, Lato kehilangan kesadarannya dan membuat Pollo panik. Ia melihat ke arah monitor. Terdapat notifikasi proses pengunggahan jiwa dan pikiran telah selesai. Namun Arc tak kunjung menyala.

Ketika memeriksa tubuh Lato, ia tidak menemukan adanya tanda-tanda kehidupan lagi, yang artinya Lato telah wafat. Arc tetap tak kunjung menyala. Dalam keadaan frustasi, Pollo menganggap dirinya sebagai orang yang bodoh dan telah gagal menjalankan perannya sebagai dokter, yang seharusnya tak mendukung keinginan Lato sejak awal, hingga berujung pada kegagalan dan kematiannya.

"Kita berhasil, dokter."

Arc mengeluarkan suara untuk pertama kalinya. Matanya mulai berkedip dan melihat ke berbagai arah. Jemari tangan dan kaki perlahan bergerak agak kaku.

"Apakah kau benar-benar Peter Lato? Apakah ini mimpi? Tapi kau sudah.."

Lato dan tubuh Arc-nya bangkit beranjak dari tidurnya. "Ya, fisik manusiaku telah mati. Tapi kesadaran dan mentalku masih hidup disini. Aku masih merasa seperti manusia, hanya saja sekarang aku merasa sedikit tidak leluasa untuk bergerak."

Pollo membantu Lato untuk berdiri seimbang. Mereka memperhatikan jasad fisik manusia Lato yang mulai memutih pucat. Akhirnya dikuburlah jasad Lato di kompleks taman Arctura pada tengah malam buta agar tidak meninggalkan jejak jasad.

"Aku seharusnya tidak membantumu. Ini semua seperti tidak benar."

"Tapi kau menjalankan tugasmu sebagai dokter. Kau menyelamatkan nyawaku. Setidaknya kesadaranku, pikiranku, jiwaku, semua ada di tubuh Arc ini. Aku masih manusia."

"Benarkah kamu masih manusia?" Ujar Pollo sambil memperhatikan wujud Arc-1 dari kepala hingga kaki. "Karena jika kutendang kakimu, kau takkan kesakitan, aku yang akan kesakitan. Jika kepalamu kupukul, kepalamu takkan merasa apa-apa, tanganku yang akan memar. Satu-satunya yang bisa membuatmu menjadi manusia saat ini adalah, saat kukatakan aku akan menusuk inti reaktor sel-mu yang akan membuatmu benar-benar mati."

Terdengar suara tawa yang aneh dari mulut Lato. "Kau ini dokter. Tugasmu menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkannya."

Tetapi Lato memikirkan dengan sangat perkataan Pollo. Ia bergegas melanjutkan proyek Arc dengan membuat tubuh Arc-2, Arc-3, 4, 5, hingga cukup banyak Arc yang dibuat untuk menjamin tubuh cadangan. Pembuatan ini memakan waktu puluhan tahun, mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki Arctura secara diam-diam, hingga menyebabkan ketidakstabilan finansial di perusahaan.

Hingga pada titik di mana Arctura telah kehabisan material dan modal untuk proyek rahasia ini, sementara Azura Charonya sebagai pemimpin Arctura pengganti Lato, diketahui meninggal dunia karena penyakit jantung. Lato yang baru mengetahui hal ini merasa bahwa Azura seharusnya bisa selamat dengan teknologi Arc-nya.

Merasa bahwa teknologinya sudah siap untuk muncul ke permukaan, Lato akhirnya memutuskan muncul ke publik dengan tubuh Arc-nya untuk mengenalkan teknologinya, agar ia bisa mencegah orang-orang untuk meninggal dunia dan hidup abadi bersamanya.

Semua orang kaget bukan kepalang. Sosok Phaedo Peter Lato yang menghilang berpuluh-puluh tahun, muncul kembali dengan tubuh besi dan mengklaim bahwa ia hidup abadi. Lato pun membuka akses teknologi Arc seluas-seluasnya kepada publik. Namun, teknologinya dikecam oleh negara, baik secara etika hingga moralitas.

"Jika manusia tidak bisa mati, lalu apa yang tersisa dari kemanusiaan?"

"Ini menyalahi kodrat Tuhan!"

"Hidup abadi bukan jawaban atas masalah manusia!"

Semua pihak menyerang Arctura dan Lato, yang menyebabkan perusahaan tersebut ditutup oleh negara. Ya, negara yang gagal memenuhi kebutuhan penduduknya menutup sebuah perusahaan swasta yang selama bertahun-tahun berhasil memenuhi kebutuhan penduduk negara itu.

Beberapa tahun setelahnya, Lato masih tinggal di laboratoriumnya meskipun gedung Arctura telah disegel, menjaga seluruh Arc ciptaannya, dan melanjutkan riset untuk mentransfer kesadaran dan pikirannya ke server, yang membuat jiwanya bisa tetap hidup tanpa tubuh Arc.

Namun belakangan, ia berperang dengan logika dan moralitasnya sendiri. "Jika memang manusia harus mati, kenapa kita harus hidup di dunia ini hanya untuk menanti kematian? Apa alasan kita hidup di dunia ini?"

Lato teringat kembali dengan Alessandra Pollo, seorang dokter yang membantu Lato dengan penyakitnya bertahun-tahun lalu. Ia mencoba mencari tahu keberadaannya, apakah dia masih hidup, di mana ia tinggal, dan apakah dia masih mengenal Lato.

Diam-diam, Lato mengunjungi sebuah rumah di pinggiran kota yang diketahui merupakan rumah keluarga Pollo. Ia mendapatkan informasi dari berbagai sumber bahwa Pollo saat ini hanya tinggal menunggu ajalnya tiba karena usia tua. Pollo tinggal bersama anak dan cucu-cucunya, menghabiskan sisa umurnya di kasur kamarnya.

"Meski kau bukan lagi manusia, tapi aku merasakan dalam dirimu bahwa ada benak pikiran yang besar dalam kepala besimu."

"Kau masih ingat aku? Sudah berapa lama? 40 tahun sudah? Aku sangat minta maaf baru menemuimu sekarang, dokter Pollo."

"47 tahun, tepatnya. Terakhir aku mendengar kabarmu, kau sedang giat memproduksi kaleng besimu dan menyedot semua kekayaanmu untuk karya besarmu."

"Masih ada kesempatan untukmu. Aku bisa mentransfer kesadaran dan pikiranmu ke Arc. Aku bisa menyelamatkanmu dari penghabisan umurmu."

"Lalu apa? Menjalani hidup abadi yang menyedihkan sepertimu? Tidak, terimakasih. Aku akan menyambut hangat kematian yang akan membawaku pergi."

"Aku tidak mengerti. Kau ini dokter! Mantan, tetapi kau seharusnya menyelamatkan nyawa manusia. Nyawamu!"

"Nyawa hanyalah gerbang menuju keabadian yang sesungguhnya. Tugasku memang menyelamatkan nyawa yang bisa kuselamatkan, tapi melangkahi kodrat bukan pekerjaanku. Tiap manusia yang hidup, telah berperan dan mengambil peran dalam hidupnya, dan jika pertunjukkan selesai, maka selesai sudah. Kita lepas dari peran, lepas dari tanggung jawab kita, dan tinggal menunggu untuk hidup di kehidupan yang belum kita ketahui seperti apa bentuknya."

"Jika kau tahu kehidupan selanjutnya tidak pasti, mengapa kau menantinya?"

"Karena tugasku sudah selesai disini. Aku berhasil memiliki keluarga, aku telah menyelamatkan banyak nyawa, aku telah membantumu menggapai yang kau inginkan. Aku hanya ingin melihat Credits Roll berisi semua nama orang dan daftar pencapaianku, berjalan dari bawah ke atas lalu berakhir hitam, full hitam. Aku ingin beristirahat tenang tanpa perlu merepotkan siapapun lagi, sehingga mereka mereka bisa melanjutkan hidupnya tanpa memikirkanku seterusnya."

"Apakah yang kulakukan ini menurutmu adalah sebuah kesalahan?"

"Dulu, aku mengira kau sangat salah, aku juga merasa adalah salahku yang telah membantumu. Tapi berjalan waktu, kupikir lagi, kau bukan ingin hidup abadi, kau hanya takut mati. Kurasa ada banyak juga orang sepertimu di luar sana. Dan.. kaleng besimu ini adalah caramu menghindari kematian. Aku tidak tahu apa lagi yang bisa kau lakukan untuk menghindari mati, tapi suatu saat nanti, tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan di dunia ini, kecuali mati."

Lato menggenggam perlahan tangan Pollo. "Apa kau benar-benar siap untuk itu? Apakah aku juga akan siap untuk itu?"

"Jika waktunya tiba, aku sangat siap. Jika waktumu tiba, berhentilah menghindar dan hadapi kematianmu. Kau ini manusia, bukan Arc. Kau bergerak karena perasaan, bukan program. Maka ikuti perasaanmu."

Kunjungan ke rumah keluarga Pollo berakhir dengan keputusan bulat dari Lato. Ia akhirnya membatalkan riset pemindahan kesadaran dan pikiran ke server, dan mematikan seluruh reaktor sel di masing-masing tubuh Arc, kecuali dirinya. Ia tidak berniat untuk membunuh dirinya sendiri, namun dengan cara membiarkan reaktor sel kehabisan tenaga, walaupun hal tersebut membutuhkan waktu 50 tahun sejak pertama menyala. Ia butuh waktu 3 tahun lagi, sehingga ia menyalakan mode tidur dengan waktu bangun 3 tahun sejak mode tersebut menyala.

Alessandra Pollo meninggal di umur 78 tahun. Ia dikremasi oleh keluarganya, dan abunya disimpan di kamar miliknya. Sesekali, keluarganya menyempatkan untuk mengenang dan mendoakan dirinya di kamar itu.

3 tahun berselang, gedung Arctura dirobohkan dan laboratorium rahasia ditemukan. Beberapa pekerja berusaha menerobos masuk dengan meretas keamanan lab untuk bisa membuka pintu.

Ditemukan Arc-1 disana, terbaring kaku tak menyala dan berdebu, dan jemari tangan yang tiba-tiba bergerak kecil.

Written by Arrudicca
2022

Mesin Bahagia

Di masa depan, ada seorang ilmuwan jenius yang berhasil membuat sebuah alat yang dapat membuat penggunanya merasakan bahagia. Karena konon kabarnya di masa depan, kebahagiaan sangat sulit ditemukan, sangat langka untuk dimiliki, pun jika ada, orang akan membayar sangat mahal untuk bisa bahagia. Nah, ilmuwan ini berpikir bahwa semua orang berhak bahagia, dan berkeinginan agar semua orang bisa bahagia tanpa perlu mengorbankan waktu, tenaga, uang, dan pikiran mereka.

Ia menamai alat tersebut "Mesin Bahagia".

Namun sang ilmuwan tidak sembarang merilis alat temuannya. Ia harus mengujicobakan alatnya tersebut sebelum mengumumkan ke khalayak terkait temuan mutakhir-nya ini. Ia tidak mungkin mengujicobakan dirinya sendiri, karena pastinya hanya dia yang mampu mengoperasikannya. Ia juga seorang individualis, bekerja sendirian di laboraturium rumahnya tanpa memiliki asisten. Namun ia memiliki seorang Istri.

Lantas ia panggil Istrinya ke laboratorium dan meminta dirinya untuk menjadi bahan ujicoba-nya, namun ia sempat ragu jika sang Istri berkenan. Tidak disangka, sang Istri bersedia menjadi subjek uji coba.

"Sudah lama aku tidak merasakan bahagia. Jadi buatlah aku bahagia dengan mesinmu." Katanya.

Sang ilmuwan tentunya antusias mendengar hal tersebut. Dipakaikanlah alat-alat pendukung ke sang Istri, dan kemudian sang Ilmuwan menyalakan "Mesin Bahagia"-nya.

Beberapa waktu setelah mesin beroperasi, sang Ilmuwan tak kunjung mendapati respon yang dia harapkan dari Istrinya. Tidak sama sekali muncul rasa bahagia dari sang Istri.

Malahan tak disangka-sangka, sang Istri malah menangis tersedu-sedu.

"Kenapa jadi begini?" Pikir sang Ilmuwan. Ia belum mau mematikan alatnya dan masih berharap alatnya akan berfungsi sebagaimana mestinya, sampai pada titik dimana ia tak kuasa lagi melihat respons sang Istri, maka dimatikanlah "Mesin Bahagia" tersebut dan buru-buru menghampiri mesinnya. Ia tampak masih tersengguk-sengguk dan sulit berkata-kata, sementara sang Ilmuwan masih sibuk mengecek apa yang salah dari alat temuannya.

Selang beberapa saat, sang Istri beranjak pergi dari laboratorium, dan sang Ilmuwan melakukan evaluasi alatnya. Ia sangat yakin alatnya sudah berfungsi dan seharusnya bisa membuat penggunanya merasakan bahagia. Bahkan ia sempat berpikir bahwa letak kesalahan dalam uji coba perdananya ini ada pada Istrinya, yang mungkin tidak cocok menggunakan alat temuannya sehingga menghasilkan efek yang berlawanan.

Ia akhirnya menyusun rencana tambahan untuk membuat alatnya bisa beroperasi tanpa perlu seseorang untuk mengoperasikannya, sekaligus memutuskan bahwa dirinya yang akan menjadi subjek uji coba selanjutnya.

Butuh waktu yang cukup lama untuk mengubah alat tersebut beroperasi tanpa perlu operator. Resikonya pun cukup tinggi jika mengubah alat ini beroperasi otomatis, karena itu berarti ia tidak bisa mengendalikan lagi alatnya jika terjadi hal yang tak diinginkan. Namun demi keberhasilan alatnya, ia mengambil resiko tersebut.

Setelah berhari-hari melimpahkan segala tenaga dan pikirannya ke "mesin bahagia", akhirnya alat tersebut siap untuk diuji cobakan lagi. Sang Ilmuwan langsung memasangkan semua alat pendukung ke dirinya dan menyalakan "Mesin Bahagia" dengan pengendali jarak jauh.

Setelah beberapa detik menunggu hingga menit berlalu, sang Ilmuwan mencopot semua alat pendukung dan beranjak dari "Mesin Bahagia".

Ia tidak merasa bahagia, ataupun merasa sedih seperti yang dirasakan sang Istri. Ia merasa seperti biasanya yang ia rasakan. "Apa yang salah?" Pikirnya lagi.

Dengan penuh amarah, dia ambil martil dan dihancurkanlah "Mesin Bahagia". Sang Ilmuwan larut dalam frustasi dan kegagalan.

Setelah alat ciptaannya hancur berantakan, dalam keheningan, sang Ilmuwan kembali berpikir di dalam kepalanya. "Jika mesinnya tidak berfungsi, lantas mengapa sang Istri bisa menangis?"

Keluarlah ia dari laboratorium dan mencari sang Istri di seluruh ruangan di rumah. Ditemukan secarik kertas berisi tulisan cukup panjang yang pokok isinya adalah:

"Aku telah mengorbankan semua kebahagiaanku sebagai seorang Istri yang mencintaimu, demi cita-citamu menciptakan alat yang kamu janjikan bisa membuat orang bahagia.

Kupikir ketika kamu datang memberitahuku bahwa mesinmu telah selesai dan aku menjadi bahan uji coba pertamamu, disaat itu aku merasa bahwa pengorbanan kebahagiaanku akan terbayarkan hari itu. Bahwa sesaat lagi aku bisa kembali merasa bahagia, tanpa harus bersedih lagi menantimu dirumah, menunggumu selesai mencipta.

Hancur perasaanku saat beberapa detik dan menit berlalu, dan aku tak kunjung bahagia. Dan disaat itulah aku sadar bahwa mesinmu memang menyala, namun tidak berfungsi. Disaat itu juga aku sadar, aku tidak akan pernah bahagia, dan kamu tidak akan pernah keluar dari laboratorium itu, pergi menemuiku dirumah dan menjalani hidup bersamaku sebagai seorang suami. Itu tidak akan pernah terjadi.

Maka aku memutuskan untuk pergi dan mencari kebahagiaanku sendiri di luar sana, walaupun kutahu kebahagiaan adalah barang yang langka di masa ini, tapi pasti ada secercah bahagia yang bisa kudapatkan sendiri."

Sang Ilmuwan akhirnya menghabiskan sisa hidupnya sendirian di laboratoriumnya, masih berusaha keras agar alat ciptaannya berfungsi, sampai melupakan kebutuhan makan dan minumnya.

Kabarnya, Ia ditemukan tewas oleh penduduk setempat di laboratoriumnya, dengan kondisi "Mesin Bahagia" yang masih menyala, dan semua alat pendukung terpasang di dirinya.

Kabarnya, ia meninggal dengan raut wajah tersenyum bahagia.

Written by Arrudicca
2022

Jumat, 14 Oktober 2022

Menjadi Abadi

"Percuma hidup abadi, tapi tidak bersama."

Harinya adalah hari Kamis, bulannya bulan Agustus, namun tahunnya tak teridentifikasi. Hal yang pertama kali ia lihat adalah barisan lingkaran dan garis, membentuk bentang angka 0 dan 1 yang muncul secara teratur. Ia terangkai sebagai sebuah pola, yang kemudian ia rekam sebagai data yang bernama bahasa. Terdapat data tambahan yang baru terdekripsi untuk mendukung penyertaan bahasa, yakni simbol-simbol.

"Bisakah kamu mengerti, Rael?" begitulah teks yang muncul di pandangannya. Rael masih belum selesai memproses semua data yang masih terunduh ke dalam penyimpanan internalnya.

Senin, 26 September 2022

everybody's gotta learn sometime

Sekarang tanggal 26 September, memasuki bulan ke-5 pasca putusnya hubungan gue dengan Ardhelia. Perasaan masih sangat ada, pastinya. Kadang beberapa malam, gue masih gak percaya bahwa gue dan dia sudah gak bersama lagi. Di malam-malam itu, gue kembali ke chatroom kita berdua di Line, ngebaca kembali chat yang jadi awal mula perpisahan kita. Kadang gue juga beranjak ke Album, ke Notes, liat-liatin apa aja yang udah kita lakukan selama 5 tahun berpacaran, ngebaca tulisan-tulisan kita berdua, ngeliatin foto-foto memorable kita, dan diakhiri dengan perasaan sakit hati mikirin kenapa bisa Ardhelia berpaling secepat itu dengan pasangannya yang sekarang, setelah banyaknya hal yang kita jalanin bersama.

Senin, 06 Juni 2022

There's a reason why I'm working in a coffee shop.

    Setelah pandemi mulai mereda, kantor gue memang menerapkan Work From Anywhere (WFA) alias kerja di mana aja. Yang dimana menurut gue sepertinya budaya kerja di masa depan akan mulai berangsur ke WFA atau Remote Working. Gak tau juga sih, gue rasa selama orang masih bisa produktif di pekerjaannya tanpa harus kerja di kantornya ya kenapa enggak? Kalo kata seseorang dari kantor gue, kedepannya kantor akan cuma jadi tempat nongkrong aja, atau jadi tempat meeting atau brainstorm yang perlu tatap muka.

Senin, 28 September 2020

pingin sekolah lagi.

Pukul 5:49 pagi, gua pergi ke balkon kosan yang menghadap ke arah barat. Oranye campur kebiruan, warna langit yang terpancar saat itu. Gua selalu suka warna langit saat fajar atau senja. Bukan mau sok jadi anak indie, gua bahkan ga ditemani kopi. Cuma ditemani satu lagu, buat siapapun yang baca tulisan ini, search di Youtube kalian: Kimie Fukuhara - Thoughts.

Selasa, 23 April 2019

Aurora - #1 Kesepian

"Aurora"
"Hmm?"
"Pernahkah kamu merasa kesepian?"
"Kurang lebih 7 Miliar manusia hidup di Bumi ini. Bagaimana bisa seseorang merasa sepi di planet yang kecil namun sesak ini?"
"Maksudku, merasakan tak ada seseorang yang menemanimu bicara atau sekedar hadir disampingmu."
"Pernahkah kamu?"
"Pernah."
"Kasihan kamu."

Minggu, 31 Maret 2019

PUBG HARAM: SALAH SIAPA?

            Terlepas dari jadi atau enggaknya game buatan PUBG Corporation ini difatwakan Haram oleh MUI, gue yang juga beragama muslim dan juga bermain PUBG (walaupun versi Mobile, itupun juga di emulator :v) merasa terpancing untuk beropini mengenai isu ini.


Senin, 11 Juni 2018

Akhirnya Bisa Nulis Lagi

Halo readers!

Sungguh senang bisa kembali menulis leluasa di blog ini. Yaa udah cukup lama sejak tulisan Personal Blogging gua yang terakhir dan cukup banyak hal terjadi di luar sana sampe-sampe gua gak tau sekarang ini mau nulis apa ehehehehe.

Rabu, 10 Januari 2018

Review Game - Good Pizza, Great Pizza

Good Pizza, Great Pizza - Bekerja Sebagai Tukang Pembuat Pizza

Game ini bisa dikatakan bukan sekedar Simulator Pizza Making biasa. Berbeda dari game android yang menawarkan gameplay serupa, GPGP menawarkan cerita sekaligus simulasi yang dimainkan secara rumit namun membuat ketagihan.