Di masa depan, ada seorang ilmuwan jenius yang berhasil membuat sebuah alat yang dapat membuat penggunanya merasakan bahagia. Karena konon kabarnya di masa depan, kebahagiaan sangat sulit ditemukan, sangat langka untuk dimiliki, pun jika ada, orang akan membayar sangat mahal untuk bisa bahagia. Nah, ilmuwan ini berpikir bahwa semua orang berhak bahagia, dan berkeinginan agar semua orang bisa bahagia tanpa perlu mengorbankan waktu, tenaga, uang, dan pikiran mereka.
Ia menamai alat tersebut "Mesin Bahagia".
Namun sang ilmuwan tidak sembarang merilis alat temuannya. Ia harus mengujicobakan alatnya tersebut sebelum mengumumkan ke khalayak terkait temuan mutakhir-nya ini. Ia tidak mungkin mengujicobakan dirinya sendiri, karena pastinya hanya dia yang mampu mengoperasikannya. Ia juga seorang individualis, bekerja sendirian di laboraturium rumahnya tanpa memiliki asisten. Namun ia memiliki seorang Istri.
Lantas ia panggil Istrinya ke laboratorium dan meminta dirinya untuk menjadi bahan ujicoba-nya, namun ia sempat ragu jika sang Istri berkenan. Tidak disangka, sang Istri bersedia menjadi subjek uji coba.
"Sudah lama aku tidak merasakan bahagia. Jadi buatlah aku bahagia dengan mesinmu." Katanya.
Sang ilmuwan tentunya antusias mendengar hal tersebut. Dipakaikanlah alat-alat pendukung ke sang Istri, dan kemudian sang Ilmuwan menyalakan "Mesin Bahagia"-nya.
Beberapa waktu setelah mesin beroperasi, sang Ilmuwan tak kunjung mendapati respon yang dia harapkan dari Istrinya. Tidak sama sekali muncul rasa bahagia dari sang Istri.
Malahan tak disangka-sangka, sang Istri malah menangis tersedu-sedu.
"Kenapa jadi begini?" Pikir sang Ilmuwan. Ia belum mau mematikan alatnya dan masih berharap alatnya akan berfungsi sebagaimana mestinya, sampai pada titik dimana ia tak kuasa lagi melihat respons sang Istri, maka dimatikanlah "Mesin Bahagia" tersebut dan buru-buru menghampiri mesinnya. Ia tampak masih tersengguk-sengguk dan sulit berkata-kata, sementara sang Ilmuwan masih sibuk mengecek apa yang salah dari alat temuannya.
Selang beberapa saat, sang Istri beranjak pergi dari laboratorium, dan sang Ilmuwan melakukan evaluasi alatnya. Ia sangat yakin alatnya sudah berfungsi dan seharusnya bisa membuat penggunanya merasakan bahagia. Bahkan ia sempat berpikir bahwa letak kesalahan dalam uji coba perdananya ini ada pada Istrinya, yang mungkin tidak cocok menggunakan alat temuannya sehingga menghasilkan efek yang berlawanan.
Ia akhirnya menyusun rencana tambahan untuk membuat alatnya bisa beroperasi tanpa perlu seseorang untuk mengoperasikannya, sekaligus memutuskan bahwa dirinya yang akan menjadi subjek uji coba selanjutnya.
Butuh waktu yang cukup lama untuk mengubah alat tersebut beroperasi tanpa perlu operator. Resikonya pun cukup tinggi jika mengubah alat ini beroperasi otomatis, karena itu berarti ia tidak bisa mengendalikan lagi alatnya jika terjadi hal yang tak diinginkan. Namun demi keberhasilan alatnya, ia mengambil resiko tersebut.
Setelah berhari-hari melimpahkan segala tenaga dan pikirannya ke "mesin bahagia", akhirnya alat tersebut siap untuk diuji cobakan lagi. Sang Ilmuwan langsung memasangkan semua alat pendukung ke dirinya dan menyalakan "Mesin Bahagia" dengan pengendali jarak jauh.
Setelah beberapa detik menunggu hingga menit berlalu, sang Ilmuwan mencopot semua alat pendukung dan beranjak dari "Mesin Bahagia".
Ia tidak merasa bahagia, ataupun merasa sedih seperti yang dirasakan sang Istri. Ia merasa seperti biasanya yang ia rasakan. "Apa yang salah?" Pikirnya lagi.
Dengan penuh amarah, dia ambil martil dan dihancurkanlah "Mesin Bahagia". Sang Ilmuwan larut dalam frustasi dan kegagalan.
Setelah alat ciptaannya hancur berantakan, dalam keheningan, sang Ilmuwan kembali berpikir di dalam kepalanya. "Jika mesinnya tidak berfungsi, lantas mengapa sang Istri bisa menangis?"
Keluarlah ia dari laboratorium dan mencari sang Istri di seluruh ruangan di rumah. Ditemukan secarik kertas berisi tulisan cukup panjang yang pokok isinya adalah:
"Aku telah mengorbankan semua kebahagiaanku sebagai seorang Istri yang mencintaimu, demi cita-citamu menciptakan alat yang kamu janjikan bisa membuat orang bahagia.
Kupikir ketika kamu datang memberitahuku bahwa mesinmu telah selesai dan aku menjadi bahan uji coba pertamamu, disaat itu aku merasa bahwa pengorbanan kebahagiaanku akan terbayarkan hari itu. Bahwa sesaat lagi aku bisa kembali merasa bahagia, tanpa harus bersedih lagi menantimu dirumah, menunggumu selesai mencipta.
Hancur perasaanku saat beberapa detik dan menit berlalu, dan aku tak kunjung bahagia. Dan disaat itulah aku sadar bahwa mesinmu memang menyala, namun tidak berfungsi. Disaat itu juga aku sadar, aku tidak akan pernah bahagia, dan kamu tidak akan pernah keluar dari laboratorium itu, pergi menemuiku dirumah dan menjalani hidup bersamaku sebagai seorang suami. Itu tidak akan pernah terjadi.
Maka aku memutuskan untuk pergi dan mencari kebahagiaanku sendiri di luar sana, walaupun kutahu kebahagiaan adalah barang yang langka di masa ini, tapi pasti ada secercah bahagia yang bisa kudapatkan sendiri."
Sang Ilmuwan akhirnya menghabiskan sisa hidupnya sendirian di laboratoriumnya, masih berusaha keras agar alat ciptaannya berfungsi, sampai melupakan kebutuhan makan dan minumnya.
Kabarnya, Ia ditemukan tewas oleh penduduk setempat di laboratoriumnya, dengan kondisi "Mesin Bahagia" yang masih menyala, dan semua alat pendukung terpasang di dirinya.
Kabarnya, ia meninggal dengan raut wajah tersenyum bahagia.
Written by Arrudicca
2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Plz leave a like & comment :D