SELALU KLIK JUDUL SEBELUM BACA YEH


Senin, 06 Juni 2022

There's a reason why I'm working in a coffee shop.

    Setelah pandemi mulai mereda, kantor gue memang menerapkan Work From Anywhere (WFA) alias kerja di mana aja. Yang dimana menurut gue sepertinya budaya kerja di masa depan akan mulai berangsur ke WFA atau Remote Working. Gak tau juga sih, gue rasa selama orang masih bisa produktif di pekerjaannya tanpa harus kerja di kantornya ya kenapa enggak? Kalo kata seseorang dari kantor gue, kedepannya kantor akan cuma jadi tempat nongkrong aja, atau jadi tempat meeting atau brainstorm yang perlu tatap muka.

    Gue sudah pernah merasakan WFK alias Work From Kosan yang dimana sangat-sangat tidak produktif, karena bawaannya pasti pingin rebahan dan main game aja. Begitupun juga WFH alias Work From Home di masa ketika gue sudah tidak lagi nge-kos dan balik ke rumah, lebih chaos lagi karena rumah gue yang kondisinya kontrakan satu pintu berderet, dan dihuni oleh keluarga berumah tangga. Alarm pagi gue adalah tangisan kejer seorang anak balita yang gak tau dan gak mau tau juga gue sebabnya karena apa, padahal gue seringkali terlambat tidur -yang memang kesalahan gue juga kebiasaan tidur jam 1 malam- dan butuh jam tidur yang lebih lama, tapi harus terpaksa bangun gara-gara si balita tersebut. Ditambah lagi siang harinya para bocil-bocil lari-larian teriak-teriak depan tempat gue yang bikin gue gak bisa fokus kerja, even sudah mencoba pakai headset dan pasang lagu pun tetep tidak nyaman. Lalu sorenya, giliran para ibu-ibu yang nongkrong depan salah satu rumah yang gantian berisik ngerumpi, yang sebenarnya gue gak ada masalah sama sekali mereka ngerumpi as long as gak teriak-teriak juga kayak anak-anaknya. Dan malamnya, ya malam hari doang udah yang jadi satu-satunya waktu tertenang buat kerja, itu pun udah sulit karena malam waktunya gue istirahat dan kalo enggak gitu ya kapan lagi?

    Otomatis solusinya cuma bekerja di luar rumah. Tapi kalau keluar ya kemana? Ke kantor ujungnya mengnongkrongkan diri, ya walaupun berasa produktif juga sih kerja di kantor. Dan di kantor pun juga pasti disuguhkan dengan kopi gelasan yang di beli pake ojek online. Jadi ya, kenapa gue tidak mencoba bekerja di tempat kopi saja sekalian? Ya pada akhirnya gue selalu menyempatkan maksimal 2 hari dalam seminggu untuk bekerja di tempat kupi. Entah pasangannya hari Senin + Rabu atau Selasa + Kamis. Dan kebetulan salah satu teman gue @zeva_herutomo14 juga seorang coffee shop seeker, dan sering mengajak gue untuk jadi tandem berkupi ria, jadi ya akhirnya gue menemukan solusinya. Gue ulangi, paling tidak maksimal 2 hari dalam seminggu gue bekerja di tempat kupi, karena ya kali 5 hari dalam seminggu atau seminggu ngopi berasa si banyak duit itu dompet atau si kuat itu lambung.

    Buat gue kuncinya ada di suasana dan atmosfer juga sih, ya pernah ada kalanya gue bekerja di tempat kupi enggak fokus juga, biasanya karena faktor terlalu ramai -maklum saya introvert- atau faktor cuaca juga (kalo ini biasanya karena gue ngupi di tempat yang kebetulan outdoor open space gitu, jadi kalo ujan deres ya si kena tampias tuh). Gue prefer tempat yang memang cozy aja dulu, entah set tempatnya, suhunya (karena gaenak juga kalo tempat kupinya pengap), dan juga gak kalah penting humbleness dari pegawainya (karena pegawai yang tidak friendly juga gak membuat gue nyaman berlama-lama disitu). Baru deh masuk ke urusan sajiannya, entah kopi, snack-bite, sampe makanan beratnya, menurut gue karena tempat kopi udah menjamur dimana-mana dan bikin rasa atau ciri khas masing-masing tempat jadi samar alias satu sama lain jadi gak jauh beda, ya buat gue jadi gak terlalu penting-penting amat dibanding dengan yang gue bilang di awal.

    Dan gue rasa kerja di tempat-tempat F&B, dari kopi sampe mekdi, dari Alfa X sampe kaefci, you name it, kalau pun ada yang bilang cuma sugesti aja atau bahkan terlihat hedon dan kebutuhan pergaulan, ya gak kenapa-napa juga. Orang-orang aja gak menghidupi kehidupan gue atau gak bisa ngasih gue tempat yang nyaman untuk bekerja ya kenapa juga gue harus concern? Logikanya ya lu atau gue bisa jajan atau kerja di tempat yang lu harus keluar uang buat jajan ya karena kita mampu belinya. Yang justru aneh atau kurang etis kan ketika lu atau gue gak mampu untuk jajan atau kerja di tempat yang musti jajan tapi kita maksain diri demi gengsi, pure aneh itu. Yang tahu uang kita seberapa ya kita doang, dan yang menentukan itu uang mau dipakai untuk apa ya kita juga. Jadi buat gue, asal demi kenyamanan dan ketenangan yang bisa gue dapatkan saat mencoba produktif, gue akan rela juga untuk merogoh kocek gue walau untuk segelas kopi yang "sebenarnya makin kesini kaya semuanya sama aja sama-sama kopi", tapi setidaknya gue membeli kenyamanan yang gua bisa dapatkan.

Sampai ketemu di tulisan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plz leave a like & comment :D